Sistem Verifikasi Legalitas Kelestarian
Semenjak Indonesia menjadi negara pertama yang lulus lisensi FLEGT dengan Uni Eropa, SVLK yang pada saat itu masih bertajuk Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu, terus berkembang dan mampu berdaptasi pada pangsa global. Arahan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang kemudian menelurkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 8 Tahun 2021 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan di Hutan Lindung dan Hutan Produksi, kemudian menjadi titik balik paradigma industri kehutanan. Paradigma berubah yang tadinya berorientasi pada kayu, menjadi berorientasi pada pemanfaatan sumberdaya hutan dengan lingkup yang lebih luas. Semenjak itu istilah SVLK berubah menjadi Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian. SVLK (Sistem Verifkasi Legalitas dan Kelestarian) merupakan sistem sertifikasi legalitas hasil hutan yang dibangun berdasarkan konsensus multistakeholder nasional. Berfungsi untuk memastikan produk hasil hutan dan bahan baku diperoleh atau berasal dari sumber yang legal dan manajemennya memenuhi aspek hukum. Hasil hutan dianggap legal ketika asalnya, izin penebangan, sistem dan prosedur penebangan, pengangkutan, pemrosesan, dan perdagangan dapat dibuktikan memenuhi semua persyaratan hukum yang berlaku. Pemanfaatan hasil hutan tersebut tentunya juga tidak mengabaikan spesies yang masuk dalam kategori CITES dan RTE yang tidak dapat dipanen dan digunakan oleh industri bersertifikat. Sebagai rangkuman, SVLK adalah suatu sistem untuk memastikan bahwa penggunaan hasil hutan oleh pengolah primer dan sekunder dari pedagang berasal dari sumber yang sah dan dapat dilacak kembali ke asal bahan tersebut. Layaknya pemanfaatan hasil hutan yang merupakan suatu mata rantai, maka SVLK juga merupakan sertifikasi yang menjamin kepatuhan terhadap standar mulai dari hulu ke hilir. Lebih lanjut, hasil hutan yang akan diekspor harus mendapatkan sertifikat SVLK yang dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi yang disetujui dan terakreditasi. Hal ini dikarenakan dokumen ekspor harus dilengkapi dengan dokumen V-Legal (lisensi ekspor) yang dikeluarkan oleh Lembaga sertifikasi. Setelah Indonesia menjadi negara pertama yang lulus Lisensi FLEGT dengan Uni Eropa (UE) terkait produk hasil hutan, khususnya kayu, produk-produk Indonesia dengan dokumen V-Legal yang diekspor ke Uni Eropa dianggap memenuhi persyaratan UTR. Karena telah memenuhi UTR, maka tidak ada uji tuntas (due dilligence) yang diperlukan lagi. PT PCU Indonesia (Control Union Certification) adalah salah satu badan yang disetujui dan terakreditasi (diakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional, KAN) untuk melakukan sertifikasi untuk seluruh ruang lingkup SVLK. Ruang lingkup tersebut terdiri dari Verifikasi Legalitas Hasil Hutan (VLHH) Kayu di Hulu, VLHH Kayu di Hilir, dan Pengelolaan Hutan Lestari. Dengan nomor akreditasi LPVI-002-IDN dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor SK. 4764/MenLHK-PHPL/Set.5/Kum.1/4/2023 tanggal 13 April 2023, PT PCU Indonesia telah legal sebagai lembaga sertifikasi SVLK. Adapun PT PCU Indonesia memiliki ruang lingkup sertifikasi SVLK sebagai berikut: 1. Verifikasi Legalitas Hasil Hutan Kayu (VLHH) di Hulu 2. Verifikasi Legalitas Hasil Hutan Kayu (VLHH) di Hilir 3. Pengelolaan Hutan Lestari. PT PCU Indonesia juga telah ditetapkan sebagai Lembaga Penerbit V-Legal melalui KepMenLHK Nomor SK. 4764/menLHK-PHL/set.5/KUM.1/4/2023 sehingga dapat melayani penerbitan dokumen V-Legal untuk tujuan ekspor. Adapun proses pengajuan dan approval Dokumen V-Legal di PT PCU Indonesia (Control Union Certification) sudah menggunakan system online yang dapat diakses menggunakan handphone kapanpun dan dimanapun selama 7 hari 24 jam.
Informasi lebih lanjut dapat menghubungi : forestrycertification@controlunion.com atau seclara@controlunion.com
|
Information request
|